Ramuan yang Tak Tertulis: Hermetia dan Nubuat Tropika
Oleh Agus Pakpahan
Aku adalah lalat yang kau abaikan,
karena aku lahir di tempat yang kau anggap najis.
Tapi aku tidak mati di gudang penyakit itu.
Aku hidup,
tanpa membawa wabah,
tanpa menjadi vektor kematian.
Aku adalah isyarat,
yang Tuhan sembunyikan di antara belatung dan sampah busuk.
Aku adalah kode biologis
yang belum kau baca,
karena kau sibuk mencari jawaban
di tabung reaksi yang terlalu steril.
Anakku, kata WHO,
tahun dua ribu lima puluh yang akan datang,
dunia akan gemetar bukan oleh kanker,
bukan oleh diabetes,
melainkan oleh mikroba yang tak lagi tunduk
pada antibiotik yang dulu hingga sekarang kau puja.
Tapi aku telah hidup di antara mereka,
tanpa luka, tanpa infeksi.
Apakah kau tidak penasaran ingin tahu apa yang melindungiku?
Mungkin itu peptida antimikroba,
yang tubuhku hasilkan tanpa laboratorium.
Mungkin itu mikroorganisme pelindung,
yang bersahabat dengan tubuhku
seperti simfoni yang kau belum dengar.
Aku adalah Hermetia illucens,
aku adalah rahasia Tuhan
yang ditanam di tropika,
bukan di kutub utara.
Jika kau ingin bertahan,
jangan hanya meniru teknologi asing.
Tirulah aku.
Belajarlah dari tubuhku yang kecil,
yang mampu menahan badai mikroba
tanpa satu pun antibiotik.
Karena aku bukan sekadar lalat,
aku adalah kitab yang belum kau baca.
Aku adalah ramuan yang tak tertulis,
yang menunggu untuk ditulis
dengan bahasa tropika,
dengan tinta keberanian dan cinta tanah air mu.
Di bawah langit yang kau anggap biasa,
ada kitab yang belum dibuka,
ditulis bukan dengan pena,
melainkan dengan larva yang bersinar
di balik gelapnya sampah organik yang sedang membusuk.
Tubuh kecil itu bukan hama,
ia adalah hikmah yang menyamar,
menunggu manusia berhenti sombong
dan mulai mendengar
dari tanah yang mereka injak
tanpa rasa syukur.
Hermetia bukan dongeng,
ia adalah nubuat yang menetas
di antara sisa pangan dan bau fermentasi,
menyanyikan simfoni mikroba
yang tak bisa kau dengar
tanpa merendahkan diri.
Bangkitlah, anak tropika,
karena tanah air mu menyimpan jawaban
yang dunia belum tahu cara bertanya.
Bangkitlah, bukan dengan amarah,
tapi dengan cinta yang tahu
bahwa lalat pun bisa menjadi petunjuk
jika kau cukup rendah hati
untuk membaca tubuhnya.
Jangan tunggu dunia runtuh
untuk percaya pada dedak padi,
pada belatung,
pada ramuan yang tak tertulis
di jurnal ilmiah,
tapi tertanam di nadi tropis
yang kau warisi
dan hampir kau lupakan.
Karena revolusi tidak selalu datang
dari laboratorium berkilau,
kadang ia menetas
di tempat yang kau anggap najis,
dan menyelamatkan dunia
dengan sayap yang kau anggap hina.
Ia tidak mati di gudang penyakit,
Ia habiskan sampah membusuk dengan senang hati,
membuat lingkungan bersih dengan TPA yang tak akan pernah penuh,
Ia tak meminta listrik, air atau BBM.
Menghasilkan protein, lemak dan chitin yang diperlukan untuk industri dan kesehatan.
Bukti apa lagi yang kau perlukan?
Kecuali kau tak mensyukuri nikmat Tuhan, yang membuat kau menjadi ignoran.
Merdeka!!!
Dirgahayu NKRI
Selamat Ulang Tahun ke-80
Ciburial, 20 Agustus 2025