Membangkitkan Energi Kolektif: Menyatukan Keinginan, Kebutuhan, dan Ekspektasi Rasional dalam Rancang Bangun Koperasi Desa Merah Putih

Oleh Agus Pakpahan

Di tengah lanskap tropis yang kaya namun sering terpinggirkan oleh arsitektur ekonomi yang tak berpihak, lahirlah sebuah pertanyaan mendasar: bagaimana membangun kelembagaan yang bukan hanya efisien, tetapi juga ia sebagai institusi pemerdekaan ekonomi rakyat? Dengan demikian Koperasi Desa Merah Putih bukan sekadar entitas produksi. Ia adalah panggilan jiwa, tempat di mana keinginan, kebutuhan, dan ekspektasi rasional bertemu dalam satu tarikan napas kolektif. Salah satu aspek yang sangat penting dalam kerangka tersebut adalah hidup dan berkembangnya ekspektasi rasional dari seluruh anggota dan pengurus koperasi. Artikel ini menyampaikan pemikiran mengenai hal tersebut dengan menyatukannya dengan keinginan, kebutuhan sebagai energi kolektif koperasi.

Ekspektasi Rasional: Dari Muth ke Lucas dan Sargent

Konsep ekspektasi rasional dalam ilmu ekonomi untuk pertama kali diperkenalkan oleh John Muth pada tahun 1961. Ia menyatakan bahwa pelaku ekonomi tidak membentuk harapan secara sembarangan, melainkan berdasarkan informasi yang tersedia dan pemahaman yang logis. Jadi, informasi menjadi sumberdaya yang sangat penting dalam koperasi atau semua jenis organisasi. Gagasan ini menjadi fondasi revolusi ekspektasi rasional dalam ekonomi modern.

Kemudian, Robert Lucas mengembangkan teori ini lebih jauh dengan menunjukkan bahwa ekspektasi bukan hanya asumsi, tetapi variabel endogen yang berubah seiring kebijakan dan memengaruhi perilaku ekonomi secara langsung. Atas kontribusinya, Lucas dianugerahi Hadiah Nobel Ekonomi.

Thomas Sargent, juga penerima Nobel, menekankan bahwa ekspektasi rasional dapat membentuk respons kolektif terhadap guncangan eksternal dan menjadi alat koordinasi sosial yang tangguh. Dalam kerangka ini, organisasi bukan hanya entitas produksi, tetapi sistem pembentuk ekspektasi kolektif.

Koperasi, dengan struktur partisipatif dan sosialnya, memiliki keunggulan dalam menginternalisasi ekspektasi rasional secara kolektif, menghindari distorsi perilaku, dan membangun ketahanan kelembagaan terhadap perubahan kebijakan dan pasar.

Keinginan: Nyala Batin yang Menggerakkan

Keinginan adalah energi yang tak selalu bisa dijelaskan oleh angka. Ia lahir dari harapan petani agar anaknya tak lagi menjadi buruh di kota, dari mimpi ibu-ibu desa agar dapurnya tak bergantung pada harga pasar yang tak menentu, dari hasrat pemuda agar tanah kelahirannya menjadi tempat yang layak untuk pulang dan membangun. Keinginan adalah nyala batin yang menggerakkan, melampaui kalkulasi, menembus batas rasionalitas.

Dalam koperasi, keinginan bukan sesuatu yang harus dikendalikan. Ia harus dirayakan, ditata, dan dijadikan bahan bakar kelembagaan. Rapat koperasi bukan hanya forum teknis, tetapi juga ruang spiritual di mana mimpi-mimpi kolektif disusun menjadi strategi. Di sinilah koperasi menjadi tempat sublimasi: keinginan yang berserakan dijahit menjadi arah gerak bersama.

Kebutuhan: Fondasi Eksistensial yang Tak Bisa Ditunda

Namun keinginan tak bisa berdiri sendiri. Di bawahnya, ada kebutuhan—pangan, air, pendidikan, kesehatan, martabat hidup. Kebutuhan adalah panggilan yang tak bisa ditunda, tak bisa dinegosiasikan. Ia adalah dasar dari setiap sistem sosial yang bermakna.

Koperasi Desa Merah Putih harus menjawab kebutuhan ini secara konkret. Bukan dengan retorika, tetapi dengan sistem distribusi yang adil, dana stabilisasi yang menjamin hidup layak saat krisis, dan mekanisme solidaritas yang melampaui logika pasar. Di sinilah koperasi menjadi rumah: tempat di mana kebutuhan dasar dijamin, bukan dijadikan komoditas.

Program Konkret Berbasis Ekspektasi Rasional

Untuk menjadikan teori Muth, Lucas, dan Sargent sebagai landasan kelembagaan koperasi tropis, berikut adalah enam program utama yang dapat diimplementasikan:

1. Akademi Ekspektasi Desa

Muth mengajarkan bahwa ekspektasi rasional lahir dari informasi yang efisien. Maka koperasi perlu membangun Akademi Ekspektasi Desa—sebuah ruang pembelajaran tropis di mana anggota belajar membaca data, memahami kebijakan, dan menyusun proyeksi usaha. Simulasi sederhana dan narasi lokal menjadi metode utama agar ekspektasi rasional menjadi budaya, bukan sekadar teori.

2. Majelis Proyeksi Kolektif

Lucas menekankan bahwa ekspektasi berubah seiring kebijakan. Maka koperasi perlu membentuk Majelis Proyeksi Kolektif—forum strategis di mana anggota menyusun skenario masa depan secara partisipatif. Di sinilah kalkulasi dan intuisi, angka dan harapan, bertemu dalam satu ruang kelembagaan.

3. Pusat Informasi dan Transparansi

Ekspektasi rasional membutuhkan data yang terbuka dan dipercaya. Maka koperasi harus menyediakan sistem informasi real-time: harga beras, pasokan sekam, cuaca, dan kebijakan. Transparansi ini mencegah distorsi dan memperkuat kepercayaan antar anggota.

4. Simulasi Kebijakan dan Respons Usaha

Lucas dan Sargent menunjukkan bahwa ekspektasi memengaruhi respons terhadap kebijakan. Maka koperasi perlu menyelenggarakan simulasi kebijakan secara berkala. Misalnya: “Jika pajak karbon diterapkan, bagaimana dampaknya terhadap usaha biomassa?” Simulasi ini melatih anggota untuk berpikir dinamis dan adaptif.

5. Dana Stabilitas Ekspektasi dan Kebutuhan Dasar

Sargent menekankan pentingnya ketahanan kelembagaan. Maka koperasi perlu membentuk Dana Stabilitas Ekspektasi—digunakan saat harga meleset dari proyeksi atau terjadi krisis. Dana ini juga menjamin kebutuhan dasar anggota, menjaga martabat dan solidaritas tropis.

6. Manifesto Keinginan Kolektif

Ekspektasi rasional harus berdialog dengan keinginan. Maka koperasi perlu menyusun Manifesto Keinginan Kolektif—dokumen hidup yang menyuarakan mimpi, nilai, dan arah gerak koperasi. Disusun bersama tokoh adat, pemuda desa, dan ibu-ibu komunitas, manifesto ini menjadi kompas spiritual koperasi tropis.

Membuka Alam Bawah Sadar: Koperasi sebagai Gerakan Energi Kolektif

Ketika keinginan, kebutuhan, dan ekspektasi rasional disatukan, sesuatu yang lebih dalam mulai bergerak: alam bawah sadar kolektif. Di sinilah koperasi menjadi gerakan. Ia bukan hanya sistem ekonomi, tetapi medan energi sosial yang membangkitkan keberanian, cinta, dan kesadaran.

Koperasi Desa Merah Putih harus menjadi tempat di mana trauma sejarah disembuhkan, di mana rasa tidak berdaya diubah menjadi strategi, di mana rasa malu menjadi keberanian. Ia harus menjadi ruang transformatif, tempat di mana angka dan puisi, kalkulasi dan doa, bertemu dalam satu desain kelembagaan yang hidup.

Penutup: Dari Teori ke Gerak Tropis

Koperasi bukan sekadar alternatif dari perseroan terbatas. Ia adalah platform ekspektasi strategis, rumah keinginan kolektif, dan penjaga kebutuhan eksistensial. Dengan mengintegrasikan pemikiran Muth, Lucas, dan Sargent ke dalam desain kelembagaan tropis, kita tidak hanya membangun organisasi ekonomi. Kita sedang membangkitkan energi kolektif yang mampu merancang masa depan secara rasional, bermakna, dan berkeadilan.

Koperasi Desa Merah Putih adalah panggilan. Ia menunggu untuk dibangun bukan hanya dengan tangan, tetapi dengan keberanian, cinta, dan kesadaran yang lahir dari kedalaman jiwa tropis yang tak pernah padam.

Ciburial, 21 Agustus 2025