Lakon Wayang Golek: “Semar Dan Ilusi Waktu Makanan Di Tanah Tropika”

[Serial Tropikanisasi-Kooperatisasi – Edisi 26 September 2025]

Oleh: Agus Pakpahan

ADEGAN 1: KACAMASIH – LAPORAN KERACUNAN DARI CIPONGKOR

GATOTKACA (terbang masuk dengan gegas):
“Pak Semar! Laporan terakhir: 550 anak di Cipongkor keracunan MBG! Kondisi darurat, rumah sakit penuh!”

SEMAR (menghela napas berat):

“Ini bukan salah setan atau ilmu hitam, Nak. Ini salah kita yang lupa bahwa di negeri tropika seperti Astina, waktu bisa menjadi musuh yang tak terlihat.”

CEPOT (langsung menyela):
“Maksudnya bagaimana, Pak Semar? Kok waktu jadi musuh?”

ADEGAN 2: DAWALA JABARKAN DATA WAKTU KRITIS 30°C

DAWALA (muncul dengan gulungan laporan berangka):

“Biar saya yang jelaskan, Cepot. Di suhu 30°C seperti di Astina ini, bakteri jahat seperti Bacillus cereus dan Staphylococcus bisa berkembang biak sangat cepat.”

DAWALA (membuka gulungan):

“Lihat hitungan saya:

· 0–2 jam: makanan masih bisa diselamatkan
· 2–4 jam: bakteri sudah beranak-pinak seperti tikus di lumbung!
· Lebih dari 4 jam: racunnya sudah terbentuk, dan racun itu tahan panas!”

GARENG (mata melotot):
“Lho, masak racun tidak hilang walau dipanaskan lagi?”

ADEGAN 3: ANTAREJA JELASKAN RAHASIA RACUN TAHAN PANAS

ANTAREJA (ahli racun, tampil dengan wibawa):

“Benar, Gareng. Racun dari bakteri Bacillus cereus itu seperti ilmu santet yang tahan api. Sekali terbentuk, ia tidak akan hilang meski makanan dipanaskan sampai mendidih sekalipun.”

SEMAR (mengangguk bijak):

“Nah, itu sebabnya makanan MBG yang dimasak pagi, lalu dikirim jauh-jauh, baru sampai siang hari — sudah lewat 4–5 jam — itu ibarat bom waktu. Bukan lagi gizi yang sampai, tapi racun yang siap meledak di perut anak-anak.”

ADEGAN 4: SENGKUNI DAN DORNA BERKUKUH PADA SISTEM LAMA

SENGKUNI (masih bersikukuh):
“Jangan dengarkan omong kosong mereka! Sistem kita sudah standar nasional! Makanan tetap aman dalam 5 jam!”

DORNA (membawa buku pedoman):

“Ini ada prosedur tertulis! Tidak mungkin salah!”

DAWALA (dengan tegas):

“Prosedur itu dibuat untuk negeri empat musim, Dorna! Di Astina yang panasnya sekitar 30°C, hitungannya berbeda!
Dalam 4 jam saja, dari 100 bakteri bisa jadi lebih dari 1 juta! Itu cukup untuk membuat ratusan anak keracunan!”

ADEGAN 5: SEMAR TUNJUKKAN BUKTI DARI CIPONGKOR

SEMAR (mengajak semua melihat ke arah warna):

“Lihatlah yang terjadi di Cipongkor!
Makanan dikirim pukul 7 pagi, sampai pukul 11 siang.
Suhu selama perjalanan: 30°C.
Waktu tempuh: 4 jam.
Hasilnya: 500 anak keracunan.
Ini bukan kebetulan. Ini hitungan ilmu pasti.”

KRESNA (tampil tenang):
“Maka, solusinya harus sesuai ilmu tropika, bukan sekadar ikut pedoman dari negeri lain.”

ADEGAN 6: TROPIKANISASI & KOOPERATISASI SEBAGAI JAWABAN

ARJUNA:
“Lalu apa yang harus kita lakukan, Pak Semar?”

SEMAR:

“Kita terapkan Tropikanisasi:

· Masak dekat dengan yang makan
· Gunakan bahan lokal yang segar
· Jangan biarkan makanan tertunda lebih dari 2 jam di suhu ruang”.

SRIKANDI:

“Dan Kooperatisasi:

· Ibu-ibu desa kelola dapur sendiri
· Mereka yang akan jaga kualitas, karena yang makan adalah anak mereka sendiri”.

GATOTKACA:

“Dengan begitu, makanan dari dapur ke meja hanya butuh 1–2 jam. Bakteri tidak sempat berkembang!”

ADEGAN 7: SEMAR PESAN UTAMA UNTUK NEGARA TROPIKA

SEMAR (menghadap penonton dengan suara lantang):

“Wahai pemimpin dan rakyat Astina…
Jangan sekali-kali menganggap remeh suhu 30°C di negeri kita.
Dalam hitungan jam, makanan bergizi bisa berubah jadi racun mematikan.
Jangan sampai niat baik memberi makan
berubah jadi petaka karena salah hitung waktu.
Kembali ke kearifan lokal.
Kelola dengan sistem gotong royong.
Hidupkan desa, jangan matikan anak-anak kita.”

CATATAN DALANG:

Dengan menyisipkan data waktu kritis 2–4 jam pada suhu 30°C serta penjelasan tentang toksin tahan panas, naskah wayang ini tidak hanya menjadi hiburan, tetapi juga media edukasi publik yang meyakinkan. Masyarakat diajak memahami bahwa keracunan MBG bukanlah takdir, melainkan akibat kesalahan sistemik yang bisa diperbaiki dengan ilmu dan kearifan lokal.

Lakon ini siap dipentaskan untuk menyadarkan semua pihak — dari tingkat desa hingga pusat — tentang urgensi menata ulang sistem pangan tropis yang aman, adil, dan berdaulat.