Kurawa Tak Ingin Koperasi Berkembang di Pandawa

[Serial Tropikanisasi-Kooperatisasi – Edisi 21 September 2025]

Agus Pakpahan

Latar: Lapangan luas di depan Istana Hastinapura. Di satu sisi, barisan Kurawa dengan senjata gemerlap dan wajah sangar. Di sisi lain, para Pandawa dengan sempoa, laporan keuangan, dan senyum percaya diri. Semar duduk bersila di atas batu, sesekali menguap.

DURSASANA: (Mengerang) “Mana pasukan kalian, hai Pandawa lemah! Aku hanya lihat tukang hitung dan petani! Ini bukan perang, ini pasar malam!”

ARJUNA: (Dengan suara tenang sambil memeriksa anak panahnya yang berbentuk pulpen) “Perang zaman sudah berubah, Dursasana. Kami tak datang untuk melukai tubuh, tapi untuk menyadarkan pikiran dan mengisi perut rakyat.”

BABAK 1: SERANGAN ILMU HITAM & UANG PANAS

Begawan Durna maju. Dengan mantera sakti, ia melemparkan “Debu Keraguan” ke arah barisan Pandawa. Debu itu membuat penglihatan kabur dan hati menjadi cemas.

DURNA: “Hai Pandawa! Untuk apa susah payah bangun koperasi? Nanti juga dicuri orang! Lebih baik terima saja uang suap dari kami, hidup senang!”

Sengkuni langsung melemparkan peti berisi uang emas ke tengah lapangan. “Ambil! Ini untuk kalian! Lupakan koperasi!” teriaknya licik.

Tapi sesuatu yang lucu terjadi. Debu Keraguan itu membentang “Perisai Transparansi” yang dibangun Gatutkaca. Debu itu malah berbalik arah dan mengenai pasukan Kurawa sendiri. Mereka mulai bertengkar.

DURSASANA: (Memegang kepala) “Aduh! Ini uangnya kok sedikit? Pasti Sengkuni yang korupsi!”
SENGKUNI:(Gugup) “Bukan, Anakanda… ini… ini lagi deflasi…”

Sementara itu, uang emas Sengkuni tidak ada yang sentuh. Bima justru mendorong sebuah “Mesin Hitung Otomatis” ke depan.

BIMA: (Dengan sorban bertuliskan ‘Auditor Independen’) “Uangmu, Sengkuni, palsu! Bobotnya kurang 3 gram! Dan nomor serinya kembar! Ini jelas pemalsuan!”

Pasukan Kurawa heboh. Mereka saling tuduh siapa yang memalsukan uang. Perang belum mulai, mereka sudah ribut sendiri.

BABAK 2: SERANGAN PAHALA & PAKET BANTUAN

Duryudana marah. “Kalau begitu, serangan kedua! Kita hujani mereka dengan program ‘Bantuan Sosial’ kita! Rakyat pasti pilih kami yang bagi-bagi uang tunai!”

Puluhan gerobak penuh beras, gula, dan uang logam digelindingkan ke desa-desa sekitar.

Tapi di sana, para relawan “Laskar Keling-Kumang” Pandawa sudah siap. Setiap gerobak Kurawa disambut dengan… SPANDUK BESAR.

SPANDUK 1: “HATI-HATI! BERAS INI SEMINGGU LAGI KADALUARSA!”

SPANDUK 2:”GULA INI DARI HASIL CURIAN PAJAK ANDA!”

SPANDUK 3:”UANG LOGAM INI BERPOTENSI MENYEBABKAN INFLASI 300%!”

Lalu, Gatutkaca terbang sambil membagikan “Kalkulator Kebahagiaan” kepada rakyat.

GATUTKACA: “Wahai rakyat! Hitung sendiri! Pilih mana:

· Paket Bantuan Kurawa: Senilai 10 keping emas, tapi cuma sekali seumur hidup!

· Koperasi Pandawa: Senilai 1 keping emas sebulan, tapi bisa didapat setiap bulan sampai cucu-cucumu!”

Rakyat pada pusing hitung-hitung. Tapi akhirnya pada protes, “Kami mau yang setiap bulan! Kurawa pelit!” Gerobak-gerobak Kurawa dilempari lumpur dan dikembalikan.

BABAK 3: PENYERANGAN FINAL – KUDA PERANG VS TRAKTOR

Duryudana naik pitam. “SERBU! HANCURKAN MEREKA DENGAN KUDA DAN PEDANG!”

Pasukan berkuda Kurawa yang gagah berangkat menyerbu. Tapi yang mereka temui…

BRAAK… BRUUK… TOOET!

…adalah sebuah barisan traktor dan mesin panen raksasa yang baru saja diproduksi oleh “Badan Logistik Gotong Royong Nasional” ala Zen-Noh. Di atas traktor utama, duduk Bima dengan helm keselamatan.

BIMA: “Maju TRAAAAAKTOR! Giling mereka yang menghalangi kemakmuran rakyat!”

Pasukan kuda Kurawa ketakutan. Kuda-kuda itu tidak terbiasa dengan suara mesin diesel dan asap knalpot. Mereka menjingkrak, melemparkan para penunggangnya ke lumpur. Dursasana terlempar dan nyangkut di cerobong asap traktor, wajahnya menghitam.

DURSASANA: “Aduh… asapnya… bau… solar…!” (batuk-batuk)

EPILOG: KEMENANGAN TERTAWA

Perang berakhir. Para Kurawa kalah bukan karena luka fisik, tapi karena malu, lelah, dan kebingungan. Mereka ditawan bukan di penjara, tapi di “Pusat Pelatihan Koperasi Wajib” yang dipimpin Semar.

SEMAR: (Sambil memimpin sesi ice breaking) “Nah, sekarang ulangi setelah Bapak: ‘Sayangi Petani, Hargai Hasil Buminya!'”

Para Kurawa mengeluh. “Ini lebih menyiksa daripada perang, Pak Semar!”

Sementara itu, di seluruh negeri, rakyat bersorak. Mereka tidak dapat piala atau medali, tapi yang mereka dapat lebih berharga: Buku Tabungan yang tebal, harga jual yang adil, dan masa depan yang cerah.

Kresna dan Arjuna tersenyum melihatnya.

KRESNA: “Perang terhebat bukanlah yang menguasai medan laga, tapi yang memenangkan hati dan piring makan rakyat.”
ARJUNA:”Dan yang paling lucu, mereka kalah bukan oleh panahku, tapi oleh… laporan keuangan yang audited.”

Hidup Tropika!!
Hidup Koperasi!!